Selasa, 25 Oktober 2011

KETATANEGARAAN INDONESIA PADA MASA BERLAKUNYA UUDS 1950


MAKALAH
SEJARAH DAN KONSTITUSI
UNMULW~1(KETATANEGARAAN INDONESIA PADA MASA BERLAKUNYA UUDS 1950)


DISUSUN OLEH :

      CHARLES YULIANTO NGGATA

  

(PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2011

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pada waktu berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar Sementara penyelenggaraan pemerintahan negara menganut sistem pemerintahan Kabinet Parlementer (Sistem Pertanggungjawaban Menteri)
Berdasarkan maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945, maka timbullah partai-partai politik yang jumlahnya sangat banyak, yakni 28 partai.
Pemilu th. 1955 diadakan 2 kali yaitu :
1.      Pemilu I, tanggal 19 September 1955 untuk memilih anggota parlementer (DPR)
2.      2. Pemilu II, tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante..
Sistem Kabinet Parlementer pada masa berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat belum berjalan sebagaimana mestinya, sebab belum terbentuk Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum, sedangkan pada waktu berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara, Sistem Kabinet Parlementer baru berjalan sebagaimana mestinya, setelah terbentuk Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan pemilihan umum tahun 1955 tersebut
Badan Konstituante bertugas membentuk UUD yang baru.Dalam menjalankan tugas badan konstituante tidak pernah membuahkan hasil, padahal kondisi negara dalam keadaan yang memprihatinkan.
Berdasarkan keadaan darurat luar biasa ini demi persatuan, kesatuan dan stabilitas nasional presiden Soekarno mengeluarkan “Dekrit Presiden 5 Juli 1959” yangisinya:
1.      Pembubaran Badan Konstituante
2.      Berlaku kembali Uud 1945 dan tidak memberlakukan UUDS
3.      Pembentukan MPR dan DPAS
Pada masa UUDS 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959) terjadi sebuah dinamika politik dan hukum di Indonesia. Setelah terjadi perubahan UUD di Indonesia dari UUD 1945, kemudian diganti dengan UUD – RIS (pada masa pergantian RI menjadi RIS), setelah itu diganti dengan UUDS 1950.
Sebuah proses panjang yang harus digali bersama. Akan tetapi, proses panjang itu akan kita bahas pada sub yang cukup menarik yaitu tentang lembaga-lembaga negara. Hal ini, sebagaimana kita tahu bahwa pada masa UUDS 1950 juga telah ada pembagian kekuasaan mulai dari legeslatif, yudikatif dan eksekutif.
Meninjau lebih dalam tentang lembaga negara yang ada pada masa UUDS 1950 dengan sebuah tinjauan yuridis. Karena kita akan berbicara tentang lembaga negara pada tataran yuridis, bukan dari segi politik. Diakui atau tidak kita tidak bisa memisahkan antara politik dan hukum. Akan tetapi, nampaknya terkadang kita harus sedikit lebih tegas dalam mengambil sebuah benang merah. Saling berkaitan, berhubungan dan saling mendukung tentu saja ada. Meski demikian, konsentrasi kita adalah menilik UUDS 1950 dari segi yuridis, aturan hukumnya.
B.     Rumusan Masalah
1.       Bagaimana sejarah mengenai UUDS 1950 ?
2.       Bagaimana mengenai pembagian kekuasaan pada masa UUDS ?
3.      Lembaga-lembaga negara apa saja saat berlakunya UUDS 1950 ?

C.    Manfaat
Manfaat dari makalah yang saya buat ini adalah agar mahasiswa dan mahasiswi serta instansi lain dapat :
1.      Mengetahui Bagaimana sejarah mengenai UUDS 1950
2.      Mengetahui bagaimana pembagian kekuasaan pada masa UUDS 1950
3.      Mengetahui lembaga-lembaga negara apa saja saat berlakunya UUDS 1950

D.    Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai bahan pertimbangan bagi dosen pembimbing dalam penilainan mata kuliah Negara dan Bangsa.
Dan  bahan pembelajaran bagi mahasiswa dan mahasiswi maupun semua instansi untuk memperluas wawasan.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Panjang UUDS
UUDS 1950 merupakan undang-undang sementraa setelah sebelumnya terdapat UUD RIS, atau UUDS 1950 merupakan undang-undang transisi masa peralihan dari UUD RIS menuju pemberlakuan kembali UUD 1945.
Dalam UUDS diatur juga tentang pembagian kekuasaan dari Presiden, wakil presiden, mentri-mentri, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, Dewan Pengawas Keuangan. Setiap lembaga memiliki tugas dan wewenang yang berbeda.
Berdasarkan Pasal 51 UUDS 1950 ”Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet presiden mengangkat seorang menjadi perdana mentri dan mengangkat mentri-mentri yang lain.”Kekuasaan legeslatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Dewan Perwakilan Rakyat mewakili seluruh rakyat Indonesia dan terdiri sejumlah anggota yang besarnya ditetapkan berdasarkan atas perhitungan setiap 300.000 jiwa penduduk WNI mempunyai seorang wakil (Pasal 56 UUDS 1950).
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan.
Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi (Pasal 105 Ayat 1 UUDS 1950). Selain MA dalam lembaga yudikatif juga ada DPK (Dewan Pengawas Keuangan).
Pengangkatan anggota DPK seumur hidup, undang-undang menetapakan ketua, wakil ketua dan anggotanya dapat diberhentikan apabila mencapai usia tertentu

Dalam periode ini UUD RIS (1949) merupakan perubahan sementara karena bangsa Indonesia menghendaki persatuan dan akhirnya negara kesatuan RI yang sesuai dengan UUD yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan dibentuk RUUD baru pada tanggal 12 Agustus 1950 oleh BPKNP dan DPR UUD 1945 masih terdapat pasal-pasal, perubahan UUD tersebut dan ketika konstituante sidang selama kurang dari 2 setengah tahun belum selesai dan juga situasi tanah air di khawatirkan akan timbul perpecahan.
Dengan situasi tersebut pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno membacakan dekritnya, yang dikenal dengan Dekrit 5 Juli 1959.

B.     Lembaga-lembaga Negara Masa UUDS
Lembaga-lembaga negara yang ada pada masa berlakunya UUDS yaitu pada periode 17 Agustus 1950- 5 Juli 1959 menurut UUDS pasal 44 lembaga negara yang ada yaitu:
1.       Presiden dan Wakil Presiden
2.       Menteri-menteri
3.       Dewan Perwakilan Rakyat
4.       Mahkamah Agung
5.       Dewan Pengawas Keuangan.
Dari penjelasan diatas kita bisa mengetahui bahwa sudah ada pembagian kekuasaan yang jelas antara eksekutif, legeslatif, dan yudikatif.
Presiden yang berkedudukan sebagai kepala negara dibantu oleh wakil presiden, sedangkan mentri sebagai eksekutif/ pelaksana pemerintahan.
Berdasarkan Pasal 51 UUDS 1950 ”Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet presiden mengangkat seorang menjadi perdana mentri dan mengangkat mentri-mentri yang lain.
Mentri-mentri beratanggungjawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.
Sebagai kepala negara berdasarkan pasal 84 presiden berhak untuk membubarkan DPR.”Kekuasaan legeslatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
Dewan Perwakilan Rakyat mewakili seluruh rakyat Indonesia dan terdiri sejumlah anggota yang besarnya ditetapkan berdasarkan atas perhitungan setiap 300.000 jiwa penduduk WNI mempunyai seorang wakil (Pasal 56 UUDS 1950).
Dewan Perwakilan Rakyat dipilih untuk masa 4 tahun. Dan keanggotan DPR tidak dapat dirangkap oleh lembaga lainnya, hal ini agar tidak tumpang tindih dalam pembagian kekuasaan.
Seorang anggota DPR yang merangkap dalam lembaga lainnya tidak boleh mempergunakan hak dan kewajiban sebagai anggota badan tersebut selama ia memangku jabatan ganda.
Dalam wewenangnya DPR berhak untuk mengajukan usul Undang-undang kepada pemerintah dan berhak mengadakan perubahan-perubahan dalam usul Undang-undang yang diajukan oleh pemerintah kepada DPR.
Apabila akan mengusulkan Undang-undang maka mengirimkan usul itu untuk disahkan oleh pemerintah kepada presiden.
Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan Dewan Pengawas Keuangan. Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi (Pasal 105 Ayat 1 UUDS 1950).
Sebagai lembaga yudikatif atau pengawas dari pelaksanaan UUDS, pengangkatan Mahkamah Agung adalah untuk seumur hidup.
Mahkamah Agung dapat dipecat atau diberhentikan menurut cara dan ditentukan oleh undang-undang (Pasal 79 Ayat 3 UUDS 1950), selain itu diatur pada pasal yang sama ayat berbeda yaitu ayat 4 disebutkan bahwa ” Mahkamah Agung dapat diberhentikan oleh Presiden atas permintaan sendiri”.
Selain sebagai pengawas atas perbuatan pengadilan-pengadilan yang lain, Mahkamah Agung juga memberi nasehat kepada Presiden dalam pemutusan pemberian hak grasi oleh presiden.
Selain MA dalam lembaga yudikatif juga ada DPK (Dewan Pengawas Keuangan). Pengangkatan anggota DPK seumur hidup, undang-undang menetapakan ketua, wakil ketua dan anggotanya dapat diberhentikan apabila mencapai usia tertentu. DPK dapat diberhentikan oleh presiden atas permintaan sendiri
Pada periode ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal dan diberlakukan UUDS 1950. Perlulah diketahui bahwa demokrasi ini yang dibahas oleh kelompok kami berbeda dengan demokrasi selama kurun waktu 1949 – 1950.
Pada periode itu berlaku Konstitusi RIS. Indonesia dibagi dalam beberapa negara bagian. Sistem pemerintahan yang dianut ialah Demokrasi Parlementer (Sistem Demokrasi Liberal).
Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri dan Presiden hanya sebagai lambang.
 Karena pada umumnya rakyat menolak RIS, sehingga tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara Kesatuan dengan UUDS 1950.
 Pandangan Umum : Karena Kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar,masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.
Faktor Yang Menyebabkan Seringnya Terjadi Pergantian Kabinet Pada Masa Demokrasi Liberal: Pada tahun 1950, setelah unitary dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Indonesia mulai menganut sistem Demokrasi Liberal dimana dalam sistem ini pemerintahan berbentuk parlementer sehingga perdana menteri langsung bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang terdiri dari kekuatan-kekuatan partai. Anggota DPR berjumlah 232 orang yang terdiri dari Masyumi (49 kursi), PNI (36 kursi), PSI (17 kursi), PKI (13 kursi), Partai Katholik (9 kursi), Partai Kristen (5 kursi), dan Murba (4 kursi), sedangkan sisa kursi dibagikan kepada partai-partai atau perorangan, yang tak satupun dari mereka mendapat lebih dari 17 kursi.
Ini merupakan suatu struktur yang tidak menopang suatu pemerintahan-pemerintahan yang kuat, tetapi umumnya diyakini bahwa struktur kepartaian tersebut akan disederhanakan apabila pemilihan umum dilaksanakan.
Selama kurun waktu 1950-1959 sering kali terjadi pergantian kabinet yang menyebabkan instabilitas politik. Parlemen mudah mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap kabinet sehingga koalisi partai yang ada di kabinet menarik diri dan kabinet pun jatuh. Sementara Sukarno selaku Presiden tidak memiliki kekuasaan secara riil kecuali menunjuk para formatur untuk membentuk kabinet-kabinet baru, suatu tugas yang sering kali melibatkan negosiasi-negosiasi yang rumit.
Kabinet Koalisi yang diharapkan dapat memperkuat posisi kabinet dan dapat didukung penuh oleh partai-partai di parlemen ternyata tidak mengurangi panasnya persaingan perebutan kekuasaan antar elite politik.
Semenjak kabinet Natsir, para formatur berusaha untuk melakukan koalisi dengan partai besar. Dalam hal ini, Masjumi dan PNI. Mereka sadar betul bahwa sistem kabinet parlementer sangat bergantung pada basis dukungan di parlemen.
Penyebab kabinet mengalami jatuh bangun pada masa demokrasi liberal adalah akibat kebijkaan-kebijakan yang dalam pandangan parlemen tidak menguntungkan Indonesia ataupun dianggap tidak mampu meredam pemberontakan-pemberontakan di daerah. Sementara keberlangsungan pemerintah sangat ditentukan oleh dukungan di parlemen.
Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur; sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.
Seputar Dekrit PresidenPelaksanaan demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Namun tidaklah serta merta bahwa setalah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Demokrasi Terpimpin dilaksanakan karena telah disebutkan di atas bahwa Demokrasi Liberal berakhir pada tanggal 10 Juli 1959.
Latar Belakang dikeluarkan dekrit Presiden :
1.      undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
2.      Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar  sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
3.      Situasi politik yang kacau dan semakin buruk.  
4.      Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.
5.       Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional
6.       Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat sementara sulit sekali untuk
7.      Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.
Demi menyelamatkan negara maka presiden melakukan tindakan mengeluarkan keputusan Presiden RI No. 75/1959 sebuah dekrit yang selanjutnya dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.
Isi Dekrit Presiden adalah sebagai berikut.
1.      Pembubaran konstituante
2.      Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
3.       Pembentukan MPRS dan DPAS
Reaksi dengan adanya Dekrit Presiden:
1.      Rakyat menyambut baik sebab mereka telah mendambakan adanya stabilitas politik yang telah goyah selama masa Liberal.
2.      Mahkamah Agung membenarkan dan mendukung pelaksanaan Dekrit Presiden.
3.      KSAD meminta kepada seluruh anggota TNI-AD untuk melaksanakan pengamanan Dekrit Presiden.
4.      DPR pada tanggal 22 Juli 1945 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk melakanakan UUD 1945.  
Dampak positif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
1.      Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
2.      Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.
3.      Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.
Dampak negatif diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, adalah sebagai berikut.
1.      Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen.  UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.
2.      Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.
3.      Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
UUDS 1950 merupakan undang-undang sementraa setelah sebelumnya terdapat UUD RIS, atau UUDS 1950 merupakan undang-undang transisi masa peralihan dari UUD RIS menuju pemberlakuan kembali UUD 1945.
Dalam UUDS diatur juga tentang pembagian kekuasaan dari Presiden, wakil presiden, mentri-mentri, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, Dewan Pengawas Keuangan. Setiap lembaga memiliki tugas dan wewenang yang berbeda.
Berdasarkan Pasal 51 UUDS 1950 ”Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk kabinet setelah itu sesuai dengan anjuran pembentuk kabinet presiden mengangkat seorang menjadi perdana mentri dan mengangkat mentri-mentri yang lain.”Kekuasaan legeslatif dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
B.     Saran
Semoga makalah yang kami buat ini dapat menjadi acuan dan bahan pembelajaran bagi mahasiswa dan semua kalangan masyarakat, jika ada kata-kata atau hal-hal yang kurang berkesan dalam hati pembaca kami mohon maaf.
Kami menanti kritik dan saran para pembaca agar dalam pembuatan makalah berikutnya dapat lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281959-1968%29
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281998-sekarang%29
3. http://209.85.175.104/search?q=cache: S3YhgBx1fgJ:avaproletar.blogspot.com/2007/12/indonesia utopiademokrasi.html+sistem+pemerintahan+setelah+proklamasi&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id&xclient=firefox-a
4. Setiadi, M. Elly. 2005. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
5. Ratmaningsih, Neiny. 2004. PPKN untuk SMU kelas II. Bandung: Grafindo Media Pratama.








MAKALAH SOSIOLOGI POLITIK


MAKALAH
SOSIOLOGI POLITIK
(KEMISKINAN DI NEGARA INDONESIA)
UNMULW~1














DISUSUN OLEH :

CHARLES YULIANTO NGGATA
NIM : 0905055027


(PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar belakang

Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang masyarakat meliputi gejala-gejala sosial,struktur sosial dan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Sosiologi menelaah gejala-gejala yang wajar dalam masyarakat seperti norma-norma,kelompok sosial lapisan masyarakat,lembaga masyarakatan, proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan serta perwujudannya. Gejala-gejala tersebut ada yang tidak berlangsung normal sebagaimana yang di kehendaki masyarakat merupakan gejala-gejala abnormal atau gejala-gejala patologis hal ini disebabkan adanya unsur-unsur masyarakat tidak dapat berfungsi sehingga menyebabkan kekecewaan dan penderitaan .Gejala-gejala abnormal dinamakan masalah- masalah sosial.Salah satu contoh masalah sosial masyarakat adalah Kemiskinan.
Kemiskinan adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memilihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisik dalam kelompok tersebut .Kemiskinan sebagai suatu fenomena sosial yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara yang sedang berkembang tetapi juga terjadi di Negara-negara yang sudah mempuyai kemapanan di bidang ekonomi. Kemiskinan merupakan permasalahan yang di akibatkan oleh kondisi nasional suatu negara dan situasi global .
Dengan adanya globalisasi ekonomi dan ketergantungan antar negara dapat memberikan tantangan dan kesempatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan suatu negara dan juga memberikan resiko ketidakpastian perekonomian dunia. Indonesia menghadapi masalah yang cukup besar di berbagai bidang baik di bidang ekonomi,kependudukan maupun lingkungan hidup .Pada umumnya semuanya akibat kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada peningkatan kesejahteran rakyat .Dampak dari berbagai kebijakan tersebut adalah masih banyaknya penduduk miskin di Indonesia.

Menyadari masih banyaknya penduduk miskin di Indonesia terutama para petani di pedesaan maka penulis membuat tugas makalah ini dengan judul “Masalah Sosial Sebagai Inspirrasi Perubahan (Kasus Kemiskinan) dan Upaya Pemecahaannya”
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat kita ambil suatu permasalahan antara lain :
1.       Masalah-masalah sosial berhubungan erat dengan nilai-nilai sosial dan lembaga-lembaga kemasyarakatan .Masalah tersebut bersifat sosial karena bersangkut paut dengan hubungan antar manusia dan didalam kerangka bagian-bagian kebudayaan normative dan dinamakan masalah karena bersangkut paut dengan gejala-gejala yang menganggu kelanggengan dalam masyarakat Dengan demikian masalah-masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial yang menyangkup segi moral .Dikatakan masalah karena menyangkut tata kelakuan immoral, berlawanan dengan hokum dan bersifat merusak .Masalah sosial timbul dari kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau kelompok sosial yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis, biologis, biopsikologis dan kebudayaan.
2.       Problema-problema (Masalah-masalah) sosial yang berasal dari faktor ekonomis antara lain adalah kemiskinan,penggangguran dan sebagainya.Yang berasal dari faktor biologis contohnya penyakit sedangkan yang berasal dari factor psikologis seperti penyakit syaraf,gangguan jiwa dan yang berasal dari kebudayaan menyankut perceraian, kejahatan, kenakalan anak-anak, konflik rasial dan keagamaan.
3.       permasalahan sosial dari faktor ekonomi yaitu kemiskinan



C.     Tujuan
Tujuan dibuatnya tugas makalah mengenai Masalah Sosial Sebagai Inspirrasi Perubahan (Kasus Kemiskinan) dan Upaya Pemecahaannya oleh penulis antara lain untuk :
1.      Meningkatkan peran sera mahasiswa dalam menanggulangi kemiskinan dilingkungannya.
2.      Mengungkapkan permasalahan kemiskinan yang di alami masyarakat terutama dipedesaan dan upaya utuk menanggulanginya.
3.      Meningkatkan rasa tenggang rasa, sosialisasi terhadap sesama,dan menurunkan kesenjangan sosial
D.    Manfaat
Manfaat dari makalah yang saya buat ini adalah agar mahasiswa dan mahasiswi serta instansi lain dapat
1.      Mengerti peran serta mahasiswa dalam menanggulangi kemiskinan di lingkungannya.
2.      Mengungkapkan permasalahan kemiskinan yang di alami masyarakat terutama dipedesaan dan upaya utuk menanggulanginya
3.      Meningkatkan rasa tenggang rasa, sosialisasi terhadap sesama,dan menurunkan kesenjangan sosial






BAB II
PEMBAHASAN

A.     Definisi Kemiskinan
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup memilihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisik dalam kelompok tersebut. Dan dapat diartikan juga sebagai Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Indonesia. Pemberdayaan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menekan angka kemiskinan agar tercapai tujuan pembagunaan .
Menurut John Friendman mendefinisikan kemiskinan sebagai suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar (esensial) individu sebagai manusia.Sementara Chambers menggambarkan kemiskinan, terutama di pedesaan mempunyai lima karakteristik yang saling terkait:
1.      kemiskinan material,
2.      kelemahan fisik,
3.      keterkucilan dan keterpencilan,
4.       kerentanan,
5.      dan ketidakberdayaan.
Dari kelima karakteristik tersebut yang perlu mendapat perhatian adalah kerentanan dan ketidakberdayaan. Kerentanan adalah ketidakmampuan keluarga miskin untuk menyediakan sesuatu guna menghadapi situasi darurat seperti datangnya bencana alam, kegagalan panen, atau penyakit yang tiba-tiba menimpa keluarga miskin
Kerentanan sering menimbulkan kondisi memprihatinkan yang menyebabkan keluarga miskin harus menjual harta benda dan asset produksinya sehingga mereka makin rentan dan tidak berdaya.
 Sedangkan ketidakberdayaan adalah dimana elit desa dengan seenaknya memfungsikan diri sebagai oknum yang menjaring bantuan yang sebenarnya diperuntukkan untuk orang miskin.
Ketidakberdayaan keluarga miskin di kesempatan yang lain mungkin dimanifestasikan dalam hal seringnya keluarga miskin di tipu dan ditekan oleh orang yang memiliki kekuasaan. Ketidakberdayaan mengakibatkan terjadinya bias bantuan untuk si miskin kepada kelas di atasnya yang seharusnya tidak berhak memperoleh subsidi, seperti kasus dana Bantuan Langsung Tunai (BLT).
Secara ekonomi kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang.Sumber daya dalam konteks ini menyangkut tidak hanya aspek finansial, melainkan pula semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningklatkan kesejahteraan masyarakat.
Kenyataannya menunjukkan bahwa kemiskinan tidak bisa didefinisikan dengan sangat sederhana, karena tidak hanya berhubungan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan material, tetapi juga sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan manusia berikut ini :
1.      Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu.
2.      Terbatasnya akses dan rendahnya di sebabkan oleh kesulitan mendapatkan mutu layanan kesehatan,kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat,kurang nya layanan reproduksi .jarak fasilitas layanan kesehatan yang jauh, biaya pengobatan dan biaya perawatan yang mahal. Di sisi lain, utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedang masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di Puskesmas. Demikian juga persalinan oleh tenaga kesehatan dan asuransi kesehatan sebagai suatu bentuk sistem jaminan sosial pada penduduk miskin.
3.      Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan yang disebabkanoleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan yang terbatas, biayapendidikan yang mahal, kesempatan memperoleh pendidikan yang terbatas,tingginya beban biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung.
Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan perbedaan upah serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumah tangga.
4.      Terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi. Masyarakat miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan, dan pertanian lahan kering kesulitan memperoleh perumahan dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak. Dalam satu rumah seringkali dijumpai lebih dari satu keluarga dengan fasilitas sanitasi yang kurang memadai.
5.      Terbatasnya akses terhadap air bersih. Kesulitan untuk mendapatkan air bersih terutama disebabkan oleh terbatasnya penguasaan sumber air dan menurunnya mutu sumber air.
6.      Lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah. Masyarakat miskin menghadapimasalah ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah, serta ketidakpastian dalam penguasaan dan pemilikan lahan pertanian. Kehidupan rumah tangga petani sangat dipengaruhi oleh aksesnya terhadap tanah dan kemampuan mobilisasi anggota keluargannya untuk bekerja di atas tanah pertanian.
7.      Memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam. Masyarakat miskin yang tinggal di daerah perdesaan, kawasan pesisir, daerah pertambangan dan daerah pinggiran hutan sangat tergantung pada sumberdaya alam sebagai sumber penghasilan.
8.      Lemahnya jaminan rasa aman.
9.      Lemahnya partisipasi. Berbagai kasus penggusuran perkotaan, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan pengusiran petani dari wilayah garapan menunjukkan kurangnya dialog dan lemahnya pertisipasi mereka dalam pengambilan keputusan. Rendahnya partisipasi masyarakat miskin dalam perumusan kebijakan juga disebabkan oleh kurangnya informasi baik mengenai kebijakan yang akan dirumuskan maupun mekanisme perumusan yang memungkinkan keterlibatan mereka.Besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga dan adanya tekanan hidup yang mendorong terjadinya migrasi. Rumahtangga miskin mempunyai rata-rata anggota keluarga lebih besar daripada rumah tangga tidak miskin

B.     Jenis-jenis Kemiskinan
Besarnya kemiskinan bisa diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut
1.       Kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, biasanya dapat didefinisikan didalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud.
2.       Kemiskinan  absolut adalah derajat kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi.
C.     Penyebab kemiskinan
Faktor-faktor penyebab kemiskinan sangat sulit untuk dipastikan mana penyebab yang berpengaruh langsung dan yang tidak lagsung terhadap kemiskinan
1.       Tingkat dan laju pertumbuhan output
2.       Tingkat upah neto
3.       Distribusi pendapatan
4.       Kesempatan kerja
5.       Tingkat inflasi
6.       Pajak dan subsidi Investasi
7.       Alokasi serta kualitas SDA dan ketersediaan fasilitas umum
8.       Penggunaan teknologi dan tingkat & jenis pendidikan
9.       Kondisi fisik dan alam
10.   Politik dan peperangan
11.   Bencana alam
Sedangkan Secara teoritis kemiskinan dapat dipahami melalui akar penyebabnya yang dibedakan menjadi dua kategori :
1.       Kemiskinan Natural atau alamiah
Kemiskinan yang timbul sebagai akibat terbatasnya jumlah sumber daya dan/atau karena tingkat perkembangan teknologi yang sangat rendah.
2.       Kemiskinan struktural
Kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara merata.
Artinya sebagian anggota masyarakat tetap miskin walaupun sebenarnya jumlah total produksi yang dihasilkan oleh masyarakat tersebut bila dibagi rata dapat membebaskan semua anggota masyarakat dari kemiskinan.
Golongan yang menderita kemiskinan struktural itu misalnya terdiri dari para petani yang tidak memiliki tanah sendiri, atau para petani yang tanah miliknya kecil sehingga hasilnya tidak mencukupi untuk memberi makan kepada dirinya sendiri dan keluarganya. Termasuk golongan miskin lain adalah kaum buruh yang tidak terpelajar dan terlatih, atau apa yang dengan kata asing disebut unskilled labors.
Golongan miskin ini meliputi juga para pengusaha tanpa modal dan tanpa fasilitas dari pemerintah yang sekarang dapat dinamakan golongan ekonomi sangat lemah.
D.    Penanggulanga kemiskinan
Persoalan kemiskinan dan kesenjangan sosial masih menjadi masalah besar di negara Indonesia terutama didaerah pedesaan. Persoalan kemiskinan dan kesenjangan sosial dapat menjadi konflik untuk itu harus mencari alternatif penanggulanan kemiskinan.
Salah satu upaya dalam penanggulangan kemiskinan adalah dengan pemberdayaan, misalnya pemberdayaan lingkungan dan pembedayaan kewirausahaan.
Pemberdayaan adalah suatu proses yang mengembangkan dan memperkuat kemampuan masyarakat untuk terus terlibat dalam proses pembangunan yang secara dinamis sehingga masyarakat dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi serta dapat mengambil keputusan.
Pemberdayaan merupakan program komprehensif dan terpadu dalam rangka peningkatan mutu Sumber Daya Manusia, human capital, yang sekaligus diarahkan untuk mencapai Millenium Development Goals (MDGs) yang tujuan utamanya penghapusan kemiskinan dan peningkatan mutu manusia yang berbudaya dan demokratis.
Pemerintah pun telah banyak mengeluarkan program kebijakan yang digunakan untuk menanggulangi kemiskinan contohnya : PKPS BBM yang terdiri dari program bagi-bagi uang atau BLT, P2KP yang kemudian diganti menjadi PNPM dengan aneka ragam jenis PNPM, program BOS, RASKIN, Askeskin, Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Menurut Roger Harris dalam bukunya yang berjedul information and communication technologies for poverty alleviation (2004), Strategi penanggulangan kemiskinan, antara lain:
1.       Mendistribusikan informasi yang relevan untuk pembangunan.
2.       Memberdayakan masyarakat yang kurang beruntung (disadvantaged) dan terpinggirkan (marginalized).
3.       Mendorong usaha mikro (fostering micro entrepreneurship)
4.       Meningkatkan layanan informasi kesehatan jarak jauh (telemedicine).
5.       Memperbaiki pendidikan melaslui e-learning dan pembelajaran seumur hidup (life long learning)
6.       Mengembangkan perdagangan melalui ecommerce.
7.       Menciptakan ketataprajaan yang lebih efesien dan transparan melalui e-govermence.
8.       Mengembangkan kemampuan.
9.       Memperkaya kebudayaan.
10.   Menunjang pertanian
11.   Menciptakan lapangan kerja, dan Mendorong mobilisasi sosial










BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Kemajuan suatu masyarakat atau bangsa biasanya ditandai dengan tingginya perhatian yang diberikan pihak pemerintah terhadap kelompok-kelompok marjinal, baik marjinal dari sisi geografis maupun sosiologis, sebab kemajuan yang dicita-citakan mestinya berorientasi pada pemerataan kesejahteraan masyarakat.
 Karena itu, sebuah bangsa akan disebut maju jika seluruh atau sebagian besar masyarakatnya telah berada dalam kondisi sejahtera. Indonesia sebagai sebuah negara berkembang masih menghadapi berbagai problem ekonomi baik makro maupun mikro, dan hal tersebut telah turut menghambat lajunya proses kesejahteraan kehidupan rakyat contohnya masalah kemiskinan dan kesejangan sosial antara desa dan kota. Salah satu akibat terjadinya kesenjangan sosial meningkatnya kasus kejahatan dan kriminalitas, meningkatnya urbanisasi dari desa ke kota .
Dengan demikian pemerintah harus berupaya memberikan perhatian kepada masyarakat miskin sebagai langkah untk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu upaya pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan dengan pemberdayaan. Pemberdayaan adalah sebuah program untuk mendorong masyarakat agar mampu melakukan perubahan yaitu keluar dari kemiskinan dan menjadai berdaya.
B.     Saran
Kami menanti kritik dan saran para pembaca agar dalam pembuatan makalah berikutnya dapat lebih baik



DAFTAR PUSTAKA

http://www.damandiri.or.id/file/buku/buku3haryono2005bab2.pdf
http://www.undp.or.id/pubs/imdg2005/BI/TUJUAN%201.pdf
http://komunitas.wikispaces.com/file/view/kemiskinan+dan+upaya+pemberdayaan+masyarakt.pdf
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/humanity/article/view/156/0
http://www.p2kp.org/wartaprint.asp?mid=1495&catid=2&
http://komunitas.wikispaces.com/file/view/kemiskinan+dan+upaya+pemberdayaan+masyarakt.pdf